8 Agustus 2025
RUU KUHAP dan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi: Pendapat Praktisi Hukum

Sumber: antaranews.com

Konten Bebas – Praktisi hukum Maqdir Ismail menilai bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus mengatur dengan jelas bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi harus bersifat nyata dan pasti sebelum seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini disampaikannya dengan merujuk pada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang telah memberikan batasan terhadap penentuan tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi.

Dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini, ia menyoroti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung sering kali menetapkan tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi dan ahli. Namun, ahli yang digunakan dalam proses tersebut bukanlah ahli di bidang keuangan negara, melainkan ahli di bidang manajemen. Ia menilai bahwa pendekatan ini kurang tepat karena ahli manajemen hanya memberikan pendapat terkait potensi kerugian berdasarkan pola transaksi yang dilakukan, bukan memastikan adanya kerugian negara yang bersifat konkret.

Saat menghadiri rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, Maqdir menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, ahli manajemen yang dimintai pendapat hanya memberikan analisis apakah sebuah transaksi berpotensi menimbulkan kerugian atau tidak. Jika dinilai berpotensi merugikan, maka kemungkinan adanya kerugian bisa disebutkan. Namun, ia berpendapat bahwa potensi kerugian semata tidak cukup menjadi dasar hukum dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka kasus korupsi.

Menurutnya, seseorang baru dapat ditetapkan sebagai tersangka apabila telah terbukti melakukan perbuatan yang termasuk dalam delik inti dari pasal yang dipersangkakan. Jika unsur tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang seharusnya tidak dapat dikenakan status tersangka. Ia menekankan bahwa dalam kasus korupsi, keberadaan kerugian negara harus bisa dibuktikan, setidaknya melalui bukti permulaan yang jelas dan valid.

Dengan adanya situasi tersebut, ia mengusulkan agar sistem praperadilan diatur lebih rinci dalam RUU KUHAP, terutama yang berkaitan dengan mekanisme penetapan tersangka dalam perkara korupsi. Menurutnya, bukti permulaan yang digunakan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka harus memiliki relevansi yang kuat dengan unsur pasal yang digunakan sebagai dasar pemidanaan.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan bahwa pihaknya ingin mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk para advokat, terkait pembahasan RUU KUHAP. Ia menegaskan bahwa penyusunan regulasi ini masih dalam tahap pembahasan di komisi yang bertanggung jawab atas bidang hukum dan penegakan keadilan.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Komisi III DPR RI telah mengirimkan surat kepada pemerintah dengan tujuan agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Sekretariat Negara dapat menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diperlukan dalam pembahasan RUU KUHAP. DIM ini akan menjadi landasan dalam merancang ketentuan hukum yang lebih efektif dan adil.

Habiburokhman juga menyoroti bahwa salah satu aspek penting dalam revisi KUHAP adalah penguatan peran advokat. Ia menjelaskan bahwa dalam draf RUU KUHAP yang tengah dibahas, terdapat rencana untuk memperkuat hak-hak tersangka dalam proses hukum, termasuk dalam memperoleh pembelaan yang memadai. Ia menekankan bahwa hak-hak tersangka harus dijamin, sehingga proses hukum dapat berjalan dengan adil dan tidak menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.

RUU KUHAP menjadi salah satu regulasi yang dinilai sangat krusial dalam sistem hukum di Indonesia. Selain mengatur mengenai proses penegakan hukum, rancangan undang-undang ini juga berpotensi memberikan dampak terhadap berbagai aspek dalam sistem peradilan pidana, termasuk dalam kasus-kasus korupsi. Dengan adanya pembahasan yang melibatkan berbagai pihak, diharapkan bahwa regulasi ini dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi masyarakat dan memastikan bahwa setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka benar-benar memenuhi unsur hukum yang dipersyaratkan.

Seiring dengan proses pembahasan yang masih berlangsung, berbagai masukan dari pakar hukum, akademisi, serta praktisi diharapkan dapat membantu menyempurnakan isi dari RUU KUHAP. Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel, serta menghindari kriminalisasi yang tidak berdasar dalam penegakan hukum kasus korupsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *