
Sumber: antaranews.com
Konten Bebas – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengajukan usulan agar kewenangannya diperkuat dalam memastikan penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) benar-benar sesuai dengan peruntukannya. Langkah ini dianggap penting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Panitia Kerja (Panja) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Komisi VIII DPR RI di Jakarta pada Kamis, Kepala BPKH Fadlul Imansyah menyampaikan bahwa kelembagaan BPKH perlu diperkuat, terutama dalam aspek pengawasan penggunaan BPIH oleh penyelenggara haji. Menurutnya, kewenangan yang lebih besar diperlukan agar badan tersebut dapat memastikan bahwa dana haji digunakan dengan tepat sesuai regulasi yang berlaku.
Selain itu, Fadlul menegaskan bahwa penguatan kewenangan ini juga bertujuan untuk mengakomodasi rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KPK, BPKH dinyatakan memiliki tanggung jawab penuh atas pengelolaan dana haji yang disalurkan ke berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan haji.
Sebagai upaya konkret, Fadlul menyarankan agar penguatan kelembagaan BPKH dapat diakomodasi melalui revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ia berpendapat bahwa perubahan regulasi tersebut akan memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi BPKH untuk menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan transparan.
Saat ini, kewenangan yang dimiliki oleh BPKH telah diatur dalam Undang-Undang tentang Keuangan Haji. Dalam Pasal 24 UU tersebut, disebutkan bahwa BPKH memiliki wewenang untuk menempatkan dan menginvestasikan dana haji dengan tetap berpegang pada prinsip syariah, kehati-hatian, serta menjamin keamanan dan manfaat bagi jamaah. Selain itu, BPKH juga diberikan kewenangan untuk bekerja sama dengan berbagai lembaga dalam rangka optimalisasi pengelolaan dana haji.
Di sisi lain, terkait dengan penetapan BPIH tahun 2025, pemerintah dan DPR telah menyepakati besaran biaya yang akan diterapkan. Rata-rata biaya penyelenggaraan ibadah haji per jamaah reguler ditetapkan sebesar Rp89.410.258,79, dengan asumsi nilai tukar 1 USD sebesar Rp16.000 dan 1 SAR sebesar Rp4.266,67. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan BPIH tahun 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00 per jamaah.
Penurunan biaya tersebut berdampak langsung pada turunnya Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh jamaah. Jika pada tahun 2024 rata-rata Bipih yang dibayarkan oleh calon jamaah haji mencapai Rp56.046.171,60, maka pada tahun 2025 jumlah yang harus dibayarkan menurun menjadi Rp55.431.750,78.
Selain itu, alokasi nilai manfaat yang diperoleh dari hasil optimalisasi setoran awal jamaah juga mengalami penurunan. Jika pada tahun 2024 rata-rata nilai manfaat per orang mencapai Rp37.364.114,40, maka pada tahun 2025 jumlah tersebut berkurang menjadi Rp33.978.508,01 per jamaah.
Keputusan terkait besaran BPIH dan Bipih ini telah diresmikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 6 Tahun 2025 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1446 Hijriah/2025. Dengan adanya penguatan kewenangan BPKH yang diusulkan, diharapkan pengelolaan dana haji dapat menjadi lebih transparan, akuntabel, serta memastikan bahwa dana yang dihimpun benar-benar digunakan untuk kepentingan jamaah haji sesuai ketentuan yang berlaku.