7 Agustus 2025
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu Ditahan KPK atas Dugaan Korupsi

Sumber: merdeka.com

Konten Bebas – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita. Penahanan tersebut juga melibatkan suaminya, Alwin Basri, yang menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah. Kedua tokoh tersebut diduga terlibat dalam tiga kasus korupsi yang telah berlangsung sejak Mbak Ita menjabat sebagai Wali Kota Semarang.

Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan KPK, keduanya diduga telah menerima sejumlah uang dari berbagai proyek yang berlangsung di Kota Semarang. Dugaan korupsi yang dilakukan mencakup penerimaan fee atas pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk Sekolah Dasar di bawah Dinas Pendidikan Kota Semarang pada tahun anggaran 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan pada tahun yang sama, serta pemerasan terhadap Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK pada Rabu, 19 Februari 2025, Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengungkapkan bahwa sejak awal menjabat sebagai Wali Kota Semarang, Hevearita dan suaminya telah menerima aliran dana dari berbagai proyek tersebut. Salah satu yang menarik perhatian adalah praktik suap dalam pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk SD. Dalam kasus ini, Alwin Basri menunjuk PT Deka Sari Perkasa sebagai penyedia barang menggunakan anggaran APBD-P tahun 2023. Instruksi tersebut kemudian diteruskan oleh Hevearita kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), agar 10% dari anggaran yang digunakan bisa disisihkan.

Dinas Pendidikan Kota Semarang sebenarnya tidak pernah mengajukan usulan atau menyusun perencanaan terkait pengadaan meja dan kursi fabrikasi SD dalam pembahasan APBD-P. Pasalnya, pengadaan meja dan kursi kayu telah dilakukan pada anggaran sebelumnya. Namun, proyek tetap dimasukkan ke dalam pembahasan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan total anggaran Rp20 miliar, meskipun pada akhirnya hanya Rp19,2 miliar yang dikeluarkan. Dari proyek tersebut, keuntungan sebesar Rp1,7 miliar mengalir ke kantong Hevearita dan Alwin.

Selain itu, pasangan ini juga terlibat dalam pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan. Awalnya, Alwin Basri memberikan proyek ini kepada Camat Genuk, Eko Yuniarto, dengan nilai mencapai Rp20 miliar. Sebagai imbalannya, fee sebesar Rp2 miliar diminta oleh Alwin. Pelaksanaan proyek ini dikoordinasikan oleh Martono, yang kemudian menginstruksikan Sekretaris Gapensi Kota Semarang, Suwarno, dan Wakil Sekretaris Gapensi, Siswoyo, untuk berkomunikasi dengan camat-camat terkait pelaksanaan proyek di kecamatan masing-masing.

Sebelum proyek berjalan, seluruh anggota Gapensi Kota Semarang dikumpulkan oleh Martono, dan mereka yang ingin mendapatkan proyek diharuskan menyetor dana sebesar 13% dari nilai proyek sebelum pengerjaan dimulai. Uang senilai Rp1,4 miliar berhasil dikumpulkan oleh Martono dari anggota Gapensi dan digunakan sesuai dengan instruksi Alwin, termasuk untuk pengadaan mobil hias dalam festival bunga yang diadakan oleh Pemerintah Kota Semarang. Selain itu, Hevearita juga disebut meminta fee dari proyek Martono untuk kepentingan Pemerintah Kota Semarang di luar anggaran APBD.

Kasus lainnya yang menjerat Mbak Ita adalah dugaan pemerasan terhadap ASN Bapenda Kota Semarang. Setelah menandatangani draft Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN Kota Semarang, ia disebut meminta tambahan dana setiap tiga bulan sekali. Pegawai Bapenda kemudian dipaksa untuk menyetor uang senilai Rp300 juta setiap triwulan. Dalam periode April hingga Desember 2023, setidaknya Rp2,4 miliar telah dikumpulkan dari pemotongan iuran sukarela pegawai.

Atas perbuatan tersebut, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan Alwin Basri dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, keduanya juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebagai konsekuensi dari perbuatannya, Hevearita dan suaminya kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK. Masa penahanan ditetapkan selama 20 hari, terhitung sejak 19 Februari hingga 10 Maret 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *