
Sumber: merdeka.com
Konten Bebas – Seorang ibu hamil di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami nasib tragis saat berusaha mendapatkan perawatan medis. Ribka Bonlae, wanita berusia 21 tahun yang tengah mengandung lima bulan, harus menempuh perjalanan panjang dengan ditandu oleh keluarganya dan tenaga medis untuk dirujuk dari Puskesmas Manubelon ke RSUD Naibonat Kupang. Namun, perjalanan penuh rintangan itu berakhir dengan duka karena ibu dan janinnya tidak dapat bertahan.
Dalam kondisi yang sudah kritis, Ribka Bonlae dibawa melalui jalur yang sulit. Ia ditandu sejauh ratusan kilometer dengan melewati tiga sungai besar yang saat itu tengah dilanda banjir. Kondisi ini membuat perjalanan semakin berat dan berisiko.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, Yoel Midel Laitabun, Ribka Bonlae telah dirawat di Puskesmas Manubelon sejak Jumat, 14 Februari, hingga akhirnya harus dirujuk ke Kupang pada Rabu, 19 Februari. Sejak awal, kondisi pasien sudah sangat memprihatinkan. Luka-luka memenuhi tubuhnya akibat gangguan mental yang dideritanya. Selama ini, ia lebih sering tinggal di hutan dan baru kembali ke rumah saat mulai merasa sakit.
Keluarga awalnya mengira Ribka hanya mengalami sakit biasa, terutama karena perutnya yang membesar. Namun, setelah mendapatkan perawatan di puskesmas, tenaga medis menemukan bahwa wanita tersebut sedang mengandung dengan usia kehamilan lima bulan. Kabar ini pun mengejutkan pihak keluarga yang tidak menyangka bahwa Ribka sedang hamil.
Seiring waktu, kondisinya semakin memburuk. Karena tidak mampu makan dan minum, tenaga medis akhirnya memasang selang nasogastrik untuk membantu asupan nutrisinya. Saat dokter menyarankan agar Ribka segera dirujuk ke rumah sakit, keluarga sempat merasa ragu dan berniat merawatnya sendiri di rumah. Namun, setelah diberikan pemahaman oleh tenaga medis, akhirnya mereka setuju untuk merujuk Ribka ke RSUD Naibonat.
Ketika proses rujukan dilakukan, cuaca buruk sedang melanda daerah tersebut. Dari Puskesmas Manubelon menuju RSUD Naibonat, perjalanan menjadi semakin sulit karena tiga sungai besar yang harus dilewati sedang meluap dan tidak memiliki jembatan. Kendaraan pun tidak dapat digunakan sehingga satu-satunya cara adalah dengan menandu pasien secara manual.
Perjalanan itu penuh dengan tantangan. Tim medis dan keluarga harus berjuang melewati medan yang sulit dengan harapan bisa menyelamatkan nyawa Ribka dan janinnya. Namun, saat memasuki wilayah Pariti, yang sudah semakin dekat dengan RSUD Naibonat, harapan itu pupus. Ribka Bonlae dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan, dan bayi dalam kandungannya juga tidak dapat diselamatkan.
Setelah dinyatakan meninggal, jenazah Ribka langsung dibawa ke RSUD Naibonat untuk dimandikan dan disuntik formalin. Permintaan ini disampaikan oleh pihak keluarga agar jenazah dapat dibawa kembali ke Manubelon untuk dimakamkan.
Camat setempat turut berkoordinasi dengan Direktur RSUD Naibonat agar prosedur yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat. Akhirnya, jenazah Ribka dan bayinya berhasil dipulangkan ke rumah duka di Manubelon untuk dikebumikan.
Kisah pilu yang dialami Ribka Bonlae menjadi pengingat tentang sulitnya akses layanan kesehatan di daerah terpencil. Perjalanan yang harus ditempuh pasien dari puskesmas ke rumah sakit menunjukkan masih adanya tantangan besar dalam sistem pelayanan medis di wilayah tersebut.
Kematian Ribka dan bayinya menjadi duka bagi keluarganya serta masyarakat sekitar. Tragedi ini sekaligus membuka mata banyak pihak bahwa fasilitas kesehatan yang lebih baik dan akses yang lebih mudah sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.